Senin, November 19, 2012

[Cerita pertamA ...]

“Sayang, kita sudah bersama lima bulan ini.” Buat Ami kamu nyata, apalagi setelah perjumpaan kita semalam di ruangan Pak Dokter melalui alat 4 Dimensinya.” SubhanAllah, kamu ada didalam perut Ami,Sayang.”



(Foto Dedek ketika 5 Bulan dalam Kandungan)


“Ami pikir kamu sepertinya pemalu, karena wajah kamu sembunyikan dibalik tangan mungilmu itu.” Bagi Ami itu tidak mengapa, besok Ami juga akan melihatmu”.

…” Dek, panggil Ami ya!” Cuma itu yang terlintas ketika Aba menanyakan, “ mau dipanggil apa nanti?” dan nanti kamu juga akan memanggil “Aba”, “ Ami pikir itu panggilan yang paling manja nantinya ketika kamu memanggil Ayahmu.”Nanti kamu akan terbiasa, Sayang. “Aba dan Ami”, kedengaran asyikkan,Sayang!”

“Sambil mengelus perut”, Dek, mulai hari ini Ami akan ajak kamu bercerita ya!”
Ami ingin sekali bercerita dan berbicara dengan mu lebih awal, Ami bisa bercerita apa saja dan kamu mendengarkan. Tetapi Ami putuskan untuk memulainya sekarang, ketika kamu berusia 5 bulan didalam kandungan Ami. “Ami pikir saat ini kita sudah siap untuk berkomunikasikan,Sayang.”

“Dek, sebelum cerita yang lainnya, kali ini Ami ingin bercerita tentang “Inyik” mu, Sayang. Nantinya kamu akan terbiasa memanggil dan mendengar sebutan Uwo dan Inyik, “Uwo” adalah Mama nya Ami. Ketika kamu terlahir nanti, Ami yakin kamu bisa memanggil “Wo.” Bisa bermain bersama, dan digendong Uwo, Sayang.

Dan Inyik, “Inyik, adalah Papa nya Ami, Sayang”. Mungkin kamu hanya bisa melihat fotonya. Inyik kamu ganteng, Sayang. “Ami rasa, andai saja kamu diciumnya, kamu akan merasa kegelian karena bersentuhan dengan kumis Inyik, he he..”

” Ya, Ami sedang rindu Inyik mu.” Tanggal 20 November 2012 besok adalah hari ke-100 hari berpulangnya Inyik kepangkuan Sang Khalik.” Ketika Ami mengirimkan Doa-doa pada Beliau, kamu pasti dengar, Sayang.” Ami berdoa agar arwah Inyik mu ditempatkan di tempat yang terindah yang Allah kumpulkan bersama orang-orang mukmin lainnya, dimana doa yang kita panjatkan bisa menjadi penyejuk Beliau disana.

“Dek, kamu mungkin tidak akan bisa digendong Inyik, bertemu, mendengar suaranya dan dibelikan pistol-pistolan, seperti janji Inyik dulu.” Inyik sudah dialam yang berbeda dengan kita. Ketika itu kamu masih hitungan minggu didalam perut Ami. “Inyik tahu akan kehadiranmu, Sayang.” Makanya sempat berjanji kelak ketika kamu lahir, akan membelikan pistol-pistolan untuk mu.

“kembali Ami mengelusmu, berpikir kamu sedang mendengarkan atau barangkali kamu malah sedang tidur ya, Sayang?” Ya, tidak apa-apa”. Ami lanjutkan saja berceritanya ya, suatu saat nanti kamu bisa mengulang membaca cerita kita ini, Sayang.”

“Dek, Ami ingin kamu mengenali Inyik, walaupun tidak berjumpa dengan Beliau.”

“Inyik sangat menyanyangi Aba mu.” Beliau adalah tempat mengadunya Aba, ketika Ami dan Aba belum menikah dulu. Jadi kebayangkan Sayang, ketika Aba dan Ami bertengkar, Inyik bisa tahu, he he..Aba mu itu, bisa saja

“Dek.., Inyik mu itu adalah teman Ami bercerita dan kadang menjadi teman berdebat Ami juga, Sayang. Kami bisa bercerita tentang apa saja, mulai dari politik, pekerjaan, keluarga, hal yang terjadi disekeliling, cerita tentang masa depan, cerita tentang masa lalu, ya apa saja. Karena Ami dan Beliau mempunyai waktu bersama yang lebih banyak dan kesempatan berbincang. “Ami kan supir pribadi Inyik mu, Sayang!” :)

“Dek.., Ami merasa Inyik mu masih ada, hanya saja jasadnya yang tidak ada bersama kita.” Karena ketika Ami berpikir Inyik tidak ada, Ami akan merasa sedih, Sayang. Air mata Ami tidak bisa berkompromi dengan hal ini, dan Ami tidak ingin kamu merasa sedih juga. Ami selalu membesar-besarkan hati dengan mengatakan Inyik ada, Beliau ada didekat kita, Sayang.”

“O, iya, Dek, jam menunjukkan ke angka 23.00, Sayang.” Kita masih akan bercerita atau kita memutuskan untuk berangsur-angsur menuju ke tempat tidur, Sayang ?” hari ini Aba masih tidak ada dirumah, Sayang, masih di luar kota, ada pekerjaan dinas.” Waktu yang leluasa buat Ami bercerita denganmu menggunakan mesin ini.

“Ami merasakan gerakkanmu, Sayang, Ami cerita lagi ya, gerakkan tadi Ami simpulkan sebagai pertanda kamu setuju kita lanjut percakapan ini, tetap Ami yang memutuskan sekarang ini, karena kamu belum bisa :D

“Dek, hari itu Ami sungguh tidak menyangka adalah hari terakhir memegang tangan, berbicara, dan tidur di sebelah Inyik mu.” Sungguh waktu bergerak cepat sekali. Malah Ami sempat juga berdebat dengan Inyik mu, kala itu. “Inyik mu minta pindah ke kamar belakang, sedang Ami dan Ibu (kakak perempuan Ami) tidak setuju dengan permintaan Inyik.”

Hari itu Minggu, Tanggal 12 Agustus 2012, hari dimana direncanakan untuk berbuka puasa bersama keluarga lainnya.” “Inyik mu sudah sangat sulit berbicara, tidak seperti biasanya. Sehingga Ami pun sulit memahami apa perkataannya.

“Pagi itu, Inyik minta di bawa ke halaman depan rumah, berjemur. Dengan menggunakan kursi roda, Beliau duduk santai di halaman rumah kita ini.” Selain itu, Inyik mu asyik memandori perbaikan mesin air yang belakangan ini nyandat.

Matahari sudah mulai menyengatkan sinarnya, Inyik mu yang sudah melihat sekeliling rumah sampai ke bagian belakang, minta beristirahat di dalam kamarnya kembali.

“Ami, ingat sekali.” Setelah selesai sholat zuhur, waktu itu, kira-kira pukul 2 siang. Ami sudah kembali lagi ke kamar Inyik mu untuk menemani Beliau berbaring sambil menonton tipi. Waktu itu Uwo mu juga ada, Beliau sedang menyiapkan menu berbuka bersama sore ini. Kamar Inyik dan Uwo tepat bersebelahan dengan dapur.

“Sambil menganti-ganti siaran tipi, Ami berbaring disebelah Inyik mu.” Inyik yang waktu itu posisinya terlentang sambil mata tetap mengarah ke tipi, mengarahkan tangannya ke Ami untuk dipegang. “Inyik mu tahu kebiasaan Ami, Sayang.” Ami suka sekali mengelus-elus telapak tangan Inyik mu, itu kebiasaan Ami dari kecil dulu. Jadi sudah tidak heran, kalo Inyik mu sering sekali dengan sengaja memberikan telapak tangannya untuk di elus-elus.”

“Siaran mengaji di tipi muslim yang Ami pilihkan kala itu, membuat Inyik mu mengangguk sambil dengan terbatah berkata, “Ya, itu.” menyetujui siaran itu untuk kami tonton bersama. Sambil sama-sama menyimak bacaan yang dilantunkan qori tersebut, tangan Ami tidak hentinya mengelus-elus tangan Beliau. Sesekali Ami berkata pada Inyik mu, “Nyik, kok tangan nya berkeringat?” “Inyik hanya mengedipkan mata nya, tanpa mengeluarkan kata-kata.

“Ami ambil tisu yang ada di atas tempat tidur Beliau, kemudian Ami lap tangan Beliau yang penuh dengan keringat itu.” Ami juga menyeka keringat yang ada di wajahnya. Sambil berkata, “Nyik, kok berkeringat?” (dalam hati Ami merasa, apa Inyik mu sedang drop lagi ya?) dan Ami memutuskan untuk membantu Inyik mu meneguk teh manis yang sudah ada di meja.” Semoga dengan itu, tubuh Beliau bisa kembali segar.

“masih dengan keadaan yang sama, Ami berkata, “Foto mantenan kemaren sudah selesai, Ma.” (berbicara pada Uwo mu), Mendengar itu, langsung Inyik merespon percakapan tersebut. “Ambillah, papa mau lihat, begitulah respon Beliau.

“Aba yang sedang tidur, Ami bangunkan untuk pergi menjemput Foto yang dimaksud.”

Tidak lama setelah itu Inyik mu minta diambilkan Hpnya.” Minta Hp Inyik yang ada salawat dan ngaji-ngajinya,” sambil beranjak dari tempat tidur, Ami mencari Hp yang diminta tersebut.

“Yaa,..Hp Inyik lowbat, Nyik.” Bergegaslah Ami meletakkan Hp tersebut untuk di charge. Setelah itu Ami mengangkat kursi dan duduk tepat disamping Inyik, sambil tetap memerhatikan ayat Al-Quran yang di tayangkan di tipi.

“Mana..,”Beliau kembali mengingatkan Ami!”

“Ya, Nyik. Pake Hp yang satunya saja ya, dengan mengangguk, Inyik mu menyetujui dan mengisyaratkan untuk segera mengambil Hp yang Ami maksud itu. Tapi ternyata salawat yang dimaksud Beliau tidak ada juga di Hp, hingga Inyik mu pun berkata, “Tuntun papa baca salawatnya ya,” Ami iyakan segera, dan menuntun Beliau dengan sabar.

“SubhanaAllah Walhamdulillah Walailahaillaha Wallahuakbar.”…”berulang kali Ami tuntun Inyik mu mengikuti ucapan Ami. Dan beberapa salawat lainnya yang juga Ami ucapkan.

“Sesekali di tengah jeda itu Ami berujar, “Ikut Nyik!” dengan kedipan matanya Beliau mengisyaratkan dan terus mengucapkan kalimat demi kalimat salawat itu dengan terbatah-batah.”

”Sungguh tidak ada firasat yang Ami rasakan, sayang.”

Hingga ketika Uwo mu masuk dan melihat keadaan Inyik di kamar, Uwo meneteskan airmata. Semerta – merta membuat Ami juga ikut-ikutan menangis, sayang!”

Aba mu pun pulang dengan membawa foto pernikahan Ami dan Aba. Belum sempat Inyik mu melihat foto itu, sayang. Foto itu dibuka Aba mu dihadapan Inyik, tetapi tatapan Inyik sudah tidak seperti biasanya.

…” itulah kali terakhir kebersamaan kami, sayang.” Keluarga sudah pada ngumpul semua, dan Inyik mu pun kembali kepangkuan Sang Pencipta dalam keadaan tenang menjelang waktu berbuka puasa petang itu.”

“Semoga Arwah Beliau selalu dalam keadaan dan tempat yang baik, seperti tempat yang telah Allah janjikan kepada hambaNya yang bertakwa. Aamiin Allahuma aamin.
“Kelak ketika kamu telah dapat mengerti, Ami siap menjawab semua pertanyaan mu tentang Inyik, sayang!”

“….” Sayang, Dek…., sambil mengelus, Ami memanggil mu, sayang!” Ami tunggu beberapa saat tapi belum juga ada gerakkan, emm…, Sayang, kamu tidur ya?”
“Baiklah, sayang!” nanti kita lanjutkan lagi ya.

“Ami dan Aba sayang Dedek.” We’r love Inyik dan Uwo.
Ber…pelukaaaan….!” :D


[…to be continued….]

Home sweet home - Jbi, 18Nov2012

Tidak ada komentar: