Senin, Januari 18, 2010

Untuk saya...(dan juga kamu) !!!




Tadinya saya sudah berada di sebuah rakit yang ada dikamar, yang akan membawa saya berlayar ke negeri antah berantah, dengan sedikit memejamkan mata saja mungkin sudah bisa sampai ke tujuan. Namun seperti biasa menjelang mata benar-benar terpejam, saya selalu mengecek akun pribadi saya di sebuah situs pertemanan. Saya menemukan seorang teman baru saja menge-tag sebuah Notes disana.

Setelah selesai membaca, bergegas saya duduk di depan komputer untuk menuliskan ini, walo saya tahu ini akan sedikit menyita waktu berlayar saya, tapi ini tidak bisa di tunda. Tidak ingin menunda sampe jadi bisul.

Ini sangat penting buat saya, paling tidak untuk selalu mengingatkan saya, sebagai lampu yang bisa hidup kapan saja ketika saya berlaku diluar track, paling tidak untuk semakin mengusir rasa jenuh bila suatu ketika datang tanpa di undang. Tidak begitu penting ini akan dibaca oleh oranglain karena ini terlalu melelahkan untuk dibaca (terlalu panjang, mungkin), ini untuk saya dan yang pasti ini akan selalu saya baca kembali seperti semua cerita-cerita yang saya tulis disini.

Bingung mau mulai darimana, semua kalimat di dalam kepala saling berebutan ingin keluar, takut ini menjadi berantakan akhirnya saya memutuskan untuk memulai dengan ini...

...”Seberapa Sayangkah Kamu Pada Orang yang telah Menjadi perantara kamu ada di Dunia?” (Ibu dan bapak).

Ini dulu, saya merasa ini yang terpenting.

Tuhan menjadikan dua orang terkasih itu adalah perantara kita untuk hidup, untuk menghirup udara segar di Dunia (maaf bila perumpaan saya ini kurang pas). Kita tidak diberi hak untuk memilih, jadi jangan ”ngeyel”, terima apa adanya saja.

Kemudian bila ada seorang anak lahir tanpa perantaraan itu, tentulah sangat mustahil. Dan ketika dua orang terkasih itu tidak menjadi orang yang juga membesarkan, membimbing, dan mengasih kamu sebagaimana mestinya, itu mungkin saja. itu takdir buat kamu, jangan tanya pada sesama makhluk Tuhan yang juga tidak tahu jawabannya, mengapa? Dan jangan juga tanya pada rumput yang bergoyang, seperti lirik sebuah lagu.

Beruntung saya terlahir dari kedua orang terkasih yang sangat menyayangi saya, beliau mengusahakan saya beranjak dewasa dengan limpahan kasih dan sayangnya, yang menggosok-gosok punggung saya ketika sudah waktunya tidur, yang menyisir rambut saya ketika kusut, yang membangunkan saya untuk pindah ke kamar tidur ketika tertidur di ruang tipi, yang menggendong saya walo berat badan sudah semakin bertambah hanya karena saya tidak berhenti menangis. Sungguh saya sangat beruntung.

Dan ketika ada beberapa saudara diluar sana yang tidak seberuntung saya. Mereka lahir dari rahim seorang ibu yang tidak pernah mereka tahu siapa itu, mereka tidak tahu siapa bapaknya, apa pekerjaan bapak mereka yang hingga tak punya waktu untuk merawat dan melihat mereka tumbuh, dan ketika sekalipun mereka tahu siapa ibu dan bapaknya, tetapi mereka tidak mendapatkan perawatan, mereka tidak pernah merasakan belaian tangan ibu yang mendarat di kepala, kuatnya tangan bapak ketika menggendong, dan mereka masih tetap hidup dan menjadi bagian di masyarakat, saya sangat bangga melihat itu.

Tidak ada yang pantas dipersalahkan. Bagi orang yang tidak punya hak memilih, terima saja apa adanya. Karena menghindar pun tetap tidak bisa.
Tetapi walopun begitu pahitnya kehidupan yang telah mereka jalani, saya tetap ingin bertanya pertanyaan yang sama,

...”Seberapa Sayangkah Kamu Pada Orang yang telah Menjadi perantara kamu ada di Dunia?” (Ibu dan bapak).

Sebelumnya saya sangat berterimakasih pada seorang teman, walo kamu akhirnya membuat saya menulis sepanjang malam ini (tapi, kamu curi tulisan ini dari mana??hehe) Notes ”MEJA KAYU”. Saya copas kembali untuk sama-sama kita baca...

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal bersama anaknya. Selain itu, tinggal pula menantunya, dan anaknya yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang gemetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. ”kita harus melakukan sesuatu,” ujar sang suami. ”Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.

Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak tangis dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.

Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. ”Kamu sedang membuat apa”?. Anaknya menjawab, ”Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan disudut itu, dekat tempat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawabannya membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmata pun mengalir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tidak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.

Cerita ini hanya sepenggal kisah, ada banyak cerita sama yang ’kakek’ nya tadi diganti dengan ’nenek’, tetapi dengan ini ada banyak yang bisa kita dapatkan. Saya tidak untuk menanggapi cerita diatas, tapi saya hanya ingin menuliskan ini...

Terharukah kamu ketika selesai membaca ini?? Bila iya, artinya kamu tidak sanggup memperlakukan orang terkasih seperti itu dan tidak ingin diperlakukan seperti itu. Koreksi bila saya salah dalam hal menyimpulkan seperti ini.
Kembali ke pertanyaan saya tadi,

...”Seberapa Sayangkah Kamu Pada Orang yang telah Menjadi perantara kamu ada di Dunia?” (Ibu dan bapak).


Cukup jawab di dalam hati saja. Pertanyaan ini mewakili semua rasa, rasa keberuntungan karena memiliki orangtua yang amanah dan rasa ketidakberuntungan ketika ia tidak merasakan kasih sayang orangtua yang menemaninya beranjak dewasa atau bahkan tidak tahu siapa orangtuanya.

Akhir dari tulisan ini,
Terlepas dari semua itu, saya ingin mengingatkan diri sendiri (dan kamu juga). Sangat durhaka lah seorang anak yang telah dilahirkan, dibesarkan dan dirawat sebaik-baiknya perawatan, bila ia dengan sadar menelantarkan, menyia-siakan bahkan mencampakkan kedua orang terkasih yang telah membesarkannya dengan darah.

Dan sama pula, durhaka lah seorang anak yang telah dilahirkan (dan kemudian tidak merasakan perawatan dari kedua orang terkasih tadi) bila dengan sadar ketika ia menemukan Beliau dalam keadaan yang renta, tidak merawatnya. Bila kamu melakukannya hanya untuk balas dendam, semua yang ada di alam ini, yang mendengar dan yang melihat, juga akan balas dendam atas semua tindakan tidak adil yang telah kamu lakukan. Dengan itu kamu akan rugi banyak.

Saya tahu mungkin kamu termasuk seperti saya yang beruntung, atau mungkin seperti mereka yang tidak beruntung (ditinggal orangtua sejak kecil atau bahkan tidak mengenali orangtuanya), dan bagaimanapun kamu dengan masa lalu kelammu itu, kita makhluk Tuhan yang mulia yang tidak dipantaskan untuk melakukan hal yang tidak mulia.

Ini sangat penting! Bila selama ini engkau telah berlaku keliru seperti awal cerita itu ”meja kayu”, cepat-cepatlah memutar kemudi, belum terlambat. Bila tidak engkau telah sukses menanam benih pahit di hari tua kelak. Karma berlaku di Dunia!!!


-asd-

3 komentar:

Kabasaran Soultan mengatakan...

Tanpa mereka adalah mustahil bagi kita berada disini saat ini.
Sebelum terlambat segera putar arah kemudi.

Sebuah nasehat yang bijak.
thanks

Shinta Story's mengatakan...

Sama-sama, Terima kasih juga kang, sudah absen sepagi ini, hihi.

Johan Bhimo Sukoco mengatakan...

Kita adalah kepingan yang terlepas dari mereka.
-jbs-